selamat datang dan salam berjuang Free West Papua.

ALIANSI MAHASISWA PAPUA (AMP) SEKTOR TANGERANG BANTEN

-->

Selasa, 07 Juni 2016

Berawal dari satu langkah yang kecil..
Berpikir tuk berhenti adalah hal yang sering terpikir didalam benak seseorang, apalagi ketika mereka mulai merasa lelah ataupun merasa tidak dipedulikan. 
Jangan pernah merasa lelah tuk melangkah terkandang kita mulai mengeluh ataupun berpikir tuk berhenti saja ketika langkah itu sudah berada sangat dekat dengan sebuah kesuksesan..
SEMANGAT..!!

0
Gubernur Papua, Lukas Enembe
WENE-PAPUAGubernur Papua Lukas Enembe mengingatkan keinginan orang Papua bukan main- main. Keinginan itu seperti bagaimana proteksi orang Papua dan ideologi orang Papua. 

“Orang di Papua ini bukan berjuang karena masalah kemiskinan. Di halamannya saja ada emas kok. Dia berbicara soal ideologi. Ideologi ini ada didalam konsep yang diajukan oleh Pemerintah Provinsi Papua. karena kita yang tau persoalan. Karena semua yang kerja di Papua ini semua OPM. Tau permasalahan maksudnya,”kata Gubernur Papua kepada pers di Jayapura beberapa waktu lalu. 

Sebab menurutnya jika persoalan ini tidak kunjung diselesaikan maka masalah Papua tidak pernah akan selesai.

“Jadi jangan kalau tidak mendengar aspirasi kita tidak usah urus sudah. Kasih tinggal sudah. Bukan makan minum,”selanya. 


Meski sebagai Gubernur mengatakan demikian, namun ini bisa saja hanya sebatas gertakan untuk Jakarta supaya Otsus Plus yang ditawarkan ke Jakarta diterima. Karena saat ditanya mengenai  refendum masuk salah satu poin dalam draft Otsus Plus, gubernur mengatakan,“tidak ada itu kita sudah delete semua mengenai pasal yang berbicara kemerdekaan. Semua sudah kita coret. Yang tersisa hanyalah kebijakan anggaran di 28 sektor. Itu semuanya untuk kepentingan Papua,.”tuturnya. 


Penulis    : Maria Fabiola / Salam Papua
Editor      : Admin
Anak2 ini akan ada di barisan depan pada tanggal 15 Juni 2016. Sebagian dr mereka adalah yatim piatu karena ayahnya dibunuh penjajah. Mereka sdh sadar kenapa ayahnya dibunuh. Kalian yng besar, SMP, SMA, Mahasiswa, PNS, Pemuda, pemudi, perani, sopir, nelayan, pejabat DPR, apapaun pekerjaan anda, berapapu usia anda tunjukkanlah bahwa anda punya harga diri..Liburkan aktivitasmu atau tamu perdaya anda di rumah anda sendiri... . Tuhan tidak pernah ciptakan kita untuk dihabisi... mari bergerak, Tuhan masih berikan waktu untuk berjuang!

Elsham: Ratusan Kasus HAM di Papua, Cuma Satu yang Diadili


Elsham: Ratusan Kasus HAM di Papua, Cuma Satu yang Diadili

Jum'at, 06 Mei 2016 | 23:02 WIB
Elsham: Ratusan Kasus HAM di Papua, Cuma Satu yang Diadili
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Papua Itu Kita membentangkan spanduk tuntutan saat berunjuk rasa di depan Gedung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 8 Desember 2015. Mereka menuntut aparat keamanan yang melakukan penembakan terhadap warga Papua agar diadili. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Menurut catatan Lembaga Studi Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua sejak tahun 1998 hingga 2016 ada ratusan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terjadi di Papua, namun hanya ada satu kasus yang disidangkan di Pengadilan HAM.

Kasus yang hanya satu-satunya itu dikategorikan pelanggaran HAM berat dan diadili di Pengadilan HAM di Makassar. Hal ini ditegaskan Direktur Elsham Papua, Ferdinand Marisan kepada wartawan di Kantor Elsham Papua, Jumat (6/5/2016).

“Banyak sekali kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Sejak Elsham berdiri pada 5 Mei 1998 hingga kini genap 18 tahun kami telah mencatat ratusan dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua. Namun dari ratusan dugaan pelanggaran HAM tersebut kami petakan ada sekitar 13 kasus pelanggaran HAM berat. Dari 13 kasus tersebut hanya satu kasus yang berhasil didorong ke pengadilan HAM di Makassar,” kata Direktur Elsham Papua, Ferdinand Marisan kepada Jubi di kantornya, Jumat, 6 Mei 2016.

Marisan menambahkan, satu kasus tersebut adalah penyerangan terhadap Polsek Abepura pada 7 Desember 2000 yang menimbulkan korban sebanyak 105 orang. Dari jumlah tersebut, tiga orang meninggal saat penyisiran yang dilakukan pihak keamanan dan tujuh orang meninggal disebabkan penyiksaan yang dialami setelah ditangkap oleh aparat keamanan.

“Pada saat itu, aparat kemanan melakukan penyisiran tanpa melalui prosedur hukum. Misalnya penyelidikan dan mencari tersangka pelaku utama, jajaran kepolisian dalam hal ini Brimob langsung mengadakan penysisiran, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, pembunuhan kilat, penahanan tanpa melalui prosedur hukum dan kematian dalam tahanan,” ujar Marisan.

Kasus Abepura masuk dalam kategori Pelanggaran HAM berat. Sesuai amanat Undang-Undang 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, maka kasus Abepura telah disidangkan di Pengadilan HAM Makassar pada 8-9 November 2005.

Proses persidangan sangat lambat dan tertutup sehingga terjadi pembicaraan-pembicaraan atau sidang sandiwara antar Hakim, JPU dan Pelaku.

“Dua terdakwa utama yang dihadirkan yaitu Komisaris Polisi Daud Sihombing dan Kepala Brimob Papua Johny Wainal Usman. Keputusan hakim membebaskan kedua terdakwa (Impunitas-red) memberikan pemulihan nama baik, serta memberikan promosi jabatan oleh Negara dan kepada para korban di cap sebagai separatis dan tidak memberikan reparasi bagi korban,” katanya.

Berkaca dari kasus tersebut, Marisan mengatakan negara masa bodoh terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua di antaranya Kasus Biak Berdarah 1998, Kasus Abepura 7 Desember 2000, Wasior 13 Juni 2001, Wamena Berdarah 6 Oktober 2000 dan 4 April 2003 Pembunuhan Theys H. Eluay dan hilanganya Aristoteles Masoka pada 10 November 2001.

“Ada juga Kasus Abepura 16 Maret 2006, kasus penembakan terhadap Opinus Tabuni 9 Agustus 2008. Dari sekian banyak kasus tersebut hanya Abepura 2000, yang telah disidangkan di Pengadilan HAM Makassar. Sementara nasib Kasus Wasior dan Wamena proses hukumnya mandek masih terjadi tarik ulur oleh Kejaksaan Agung dan Komnas HAM Jakarta. Padahal status kedua kasus tersebut masuk dalam kategori Pelanggaran HAM Berat,” ujarnya.

Kordinator Divisi Monitoring dan investigasi Elsham Papua, Daniel Randongkir mengatakan semua kasus pelanggaran HAM di Papua sudah melalui verifikasi oleh Komnas HAM. Namun belum ada penyelesaian yang nyata oleh Komnas HAM dan juga pemerintah Indonesia. Dalam kasus-kasus tersebut dibagi menurut klasifikasi masalah yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM biasa.

“Tantangan kami terkait pelanggaran HAM di Papua adalah kasus-kasus yang terjadi sebelum disahkanya UU HAM No 26 tabun 2000, dimana mekanismenya sedikit rumit karena pengadilan yang dibentuk berdasarkan Pengadilan Ad Hoc. Pengadilan Ad Hoc tersebut diputuskan berdasarkan keputusan DPR, itu yang menjadi kendala kami untuk melakukan advokasi terhadap beberapa kasus pelanggaran HAM di Papua,” katanya.

Randongkir menambahkan, sudah banyak kasus yang pihaknya serahkan kepada Komnas HAM. Namun tidak pernah ditindak lanjuti sehingga itu pihaknya mempertanyakan kinerja dari Komnas HAM baik di Papua maupun di Pusat.

“Dalam kasus-kasus besar pemerintah mempunyai banyak alasan mempertanyakan alat bukti dan saksi-saksi. Memang kalau kejadian tersebut langsung dilaporkan dan ditindaklanjuti itu alat buktinya masih ada. Tetapi selama ini sengaja dibiarkan sehingga kami beranggapan bahwa pemerintah melakukan pembiaran sekian lama sehingga berharap alat-alat bukti dan saksi-saksi tersebut hilang,” ujarnya.

Menurut Randongkir, ada beberapa korban yang dalam laporan Elsham Papua dikabarkan hilang. Misalnya kasus 6 Juli 1998 di Biak sampai hari ini korban-korban tersebut hilang dan tidak tahu kemana rimbanya. Kasus ini seharusnya pihak TNI AL Biak yang mengetahui keberadaan para korban tersebut karena terakhir para korban ditahan di dalam penjara TNI AL di Biak. Namun pihak TNI AL belum memberikan konfirmasi bahwa korban tersebut sudah berada dimana, apakah sudah meninggal atau belum.

“Kasus serupa juga terjadi pada Aristoteles Masoka yang merupakan supir dari almarhum Theys Eluay. Aris terlihat terakhir kali masuk ke markas Kopassus di Hamadi. Sampai saat ini juga Kopassus belum melakukan konfirmasi keberadaan Aris kepada publik terlebih kepada keluarga dari Aris. Elsham yang pada saat itu melakukan advokasi terhadap kasus tersebut sampai hari ini secara moral masih bertanggung jawab terus bertanya-tanya terhadap korban-korban yang hilang,” katanya.

Dari ratusan kasus tersebut, pihaknya mempertanyakan apa yang telah dilakukan pemrintah RI terhadap ribuan kasus pelanggaran HAM di Papua.

Terlalu banyak kasus yang terus menumpuk namun tidak ada tindak lanjut yang ril oleh negara terhadap persoalan yang ada di Papua. Seharusnya pemerintah bertanya-tanya apa penyebab sehingga masyarakat Papua selalu melakukan aksi untuk melawan Negara?

“Pemerintah harus mencari tahu apa yang menjadi penyebab masyarakat Papua melawan Negara. Itu yang harus dilakukan pemerintah bukannya menangkap masyarakat dan melakukan penyisaan kepada korban yang ingin mencari kebenaran,” tambag Randongkir.

Pada April lalu, Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) melakukan rapat kordinasi untuk menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua. Bersama Kapoldri dan Komnas HAM, rapat koordinasi Kemenkopolhukam memutuskan tiga kasus pelanggaran HAM akan diselesaiakan tahun ini. Masing-masing adalah kasus Wamena dan Wasior yang kasusnya akan digelar ulang serta kasus Paniai 2014 yang penyelidikannya akan dilakukan oleh tim Ad Hoc.

“Khusus kasus Aristoteles Masoka, Kepolisian Daerah Papua dan Pangdam Cenderawasih telah diperintahkan oleh Menkopolhukam untuk melakukan penyelidikan,” kata Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM yang diserahi tanggungjawab untuk kasus-kasus Papua kepada Jubi, akhir April lalu.
PNWP: Terima Kasih Su Demo Tolak KNPB, AMP dan ULMWP






Jayapura, Jubi – Parlemen Nasional West Papua sebagai penangungjawab politik Komite Nasional Papua Barat menyampaikan aspresiasi yang mendalam kepada Barisan Rakyat Pembela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang demo menolak KNPB dan Unite Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Karena, demontrasi itu memberikan kredit point untuk agenda keperdekaan Papua.
“Anda berprasangka buruk dan berniat buruk terhadap KNPB dalam demo tapi kami berterima kasih karena justru penolakan itu kami mendapat poin, sebab sadar atau tidak sadar anda sedang mendorong agenda Referendum,”kata ketua Fraksi Mamta Parlemen Nasional West Papua, Hakim Bahabol kepada jurnalis Jubi di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (6/05/2016).
Baca: Aksi Demo BARA NKRI, Satu Perempuan Jadi Korban Pemukulan
Kata dia, demo penolakan itu muncul atas nama rakyat. Rakyat yang merasa diri harus membela NKRI tetapi perlawanan KNPB bukan rakyat yang berdemontrasi. Perlawanan KNPB sebenarnya terhadap sistem penindasan atas nama pembangunan dan investasi di Papua. Lebih dari itu, KNPB memperjuangkan kebenaran sejarah yang diputar balikan demi kepentingan investasi di Papua.
“Kami sebenarnya prihatin karena apa yang anda lakukan adalah wujud dari miskinnya informasi tentang perjuangan KNPB kerena pimpinan negara mu tidak mau anda ketahui sehingga menutupi semua akses informasi baik dari dalam maupun luar tentang kemajuan perjuangan rakyat Papua,”katanya.
Kata dia, penolakan yang dilakukan Bara NKRI tidak akan pernah mempengaruhi perjuangan penentuan nasib sendiri. PNWP sebagai lembaga politik akan terus mendorong KNPB melalui keputusan-keputusan politik untuk memediasi rakyat Papua mendukung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota penuh di Melanesia Spearhead Group (MSG).
“Apapun yang kau lakukan untuk menentang perjuangan KNPB tidak akan ada efek sama sekali. Bola politik Papua merdeka sedang bergulir di Pasific. MSG pasti akan memberikan jalan kepada ULMWP untuk memperjuangkan agenda politiknya,”kata Pahabol.
Karena itu, kata Pahabol, rakyat yang tergabung dalam Bara NKRI tidak mudah terprovokasi dengan orang-orang yang berkepentingan. Rakyat yang terprovokasi dikahwatikan akan kehilangan kendali dan itu bisa merugikan dirinya sendiri.
“Saran saya untuk orang non Papua dari Sorong sampai Merauke tidak bertindak sewenang wenang atas informasi sepihak. Karena apa yang anda dengar belum tentu benar. Untuk mendapatkan informasi akurat dan objektif , carilah informasi dan silahkan beri reaksi dengan penuh perhitungan supaya jangan tidak menyesal ketika Papua ikut jejak Timor- Timur,”tegasnya.
Tokoh kemerdekaan Papua terkemuka, Filep Karma menilai aksi pemukulan yang dilakukan demonstran Bara NKRI terhadap salah satu perempuan asli Papua di depan Sekolah Tinggi Teologi Isak Samuel Kijne adalah bentuk aksi provokasi.
“Dong hanya cari gara-gara supaya kerusuhan. Provokasi saja,” ungkap Karma kepada Jubi di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Kamis (2/05/2016).
Baca: Demo Bara NKRI, Komnas HAM Perwakilan Papua Terima dua Pegaduan
Kata dia, orang Papua, siapapun tidak perlu merespon aksi provokasi itu. Biarkan saja kenyataan yang terjadi dinilai orang melalui pemberitaan media.
Kata dia, provokasi ini efek dari kesuksesan konsolidasi Komite Nasional. Papua Barat menuntut kemerdekaan Papua. Karena, demonstrasi ini dilakukan hanya dua hari setelah demontrasi KNPB Pada 31 Mei 2016.(*)
MUSIK TRADISIONAL  FREEWEST PAPUA BARAT
====================================================
Musik tradisional adalah musik atau seny budaya yang berasal dari berbagai daerah, dalam hal ini di papua. Musik tradisional yang lahir dan berkembang di suatu daerah tertentu dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi. Musik ini menggunakan bahasa, gaya, dan tradisi khas daerah setempat. Secara umum,musik tradisional maka setiap daerah perlu dikembangkan dan mendidik generasi dalam pendidikan.