selamat datang dan salam berjuang Free West Papua.

ALIANSI MAHASISWA PAPUA (AMP) SEKTOR TANGERANG BANTEN

-->

Jumat, 17 Juni 2016

  Air mata dlm perjuangan...!!Papua merdeka,nkri bubar. dari pihak  kepolisian indonesia melayu hak nasib sendiri raktat west papua barat





Luhut Ajak Pendeta Papua Dukung Pemerintah Picu Pro-Kontra

Menkopolhukam Luhut pandjaitan dalam pertemuan dengan tokoh gereja di Papua (Foto: detik.com)
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Di antara kunjungannya ke Papua dalam dua hari belakangan ini, Menkopolhukam, Luhut Binsar Pandjaitan, bertemu dengan sejumlah pendeta dari gereja-gereja di wilayah tersebut. Menurut keterangan beberapa pendeta yang hadir di acara pertemuan, Luhut antara lain meminta agar para pendeta mengkhotbahkan hasil-hasil pembangunan di Papua.
"Luhut arahkan para pendeta untuk khotbahkan di jemaat semua kemajuan pembangunan yang sedang dilaksanakan pemerintah RI di Papua," demikian salah satu bunyi SMS dari mereka yang menghadiri pertemuan, yang diterima oleh satuharapan.com.
Media online Papua, kabarpapua.com, melaporkan hal yang kurang lebih serupa. Dikatakan, Menkopolhukam  meminta para pendeta di Papua turut aktif mendukung pemerintah menyukseskan pembangunan di berbagai aspek.
“Saya berharap kepada pendeta jangan berhenti untuk melihat dan membantu serta ikut aktif dalam program pembangunan seperti pembangunan sekolah pola asrama dan pendeta harus punya peranan,” kata Luhut saat tatap muka dengan tokoh agama se-Provinsi Papua di Sasana Krida, Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, kemarin (16/6), seperti dilaporkan oleh kabarpapua.com.
Menurut Luhut, pemerintah pusat telah memberikan dana Otonomi Khusus (Otsus) sejak 2001 lalu yang masih akan terus ditingkatkan. Dalam program ini, kata Luhut, pendeta dilibatkan untuk ikut mengawasi, seperti penggunaan dana desa, pembangunan infrastruktur dan pendidikan.
“Presiden (Joko Widodo) telah menyampaikan bahwa gereja harus terlibat aktif untuk pendidikan dan terlibat aktif dalam kesehatan. Nah, sekarang gereja bisa tidak menyiapkan diri, sebab nantinya kami akan libatkan bapak-bapak pendeta,” jelas Luhut.
Ada yang Skeptis, Ada yang Senang
Menanggapi ajakan ini, sejumlah pendeta justru memberikan komentar skeptis. Dalam pertemuan itu, menurut sebuah sumber, dua orang pendeta yang hadir berbicara dan memberikan tanggapan yang cukup pedas. Menurut penanggap tersebut, pemerintah tidak boleh melakukan cuci tangan dari masalah yang dilakukan Indonesia di Papua dengan memakai pendeta.
Mereka juga meminta Menkopolhukam agar tidak "bicara lain main lain," dalam arti berjanji menegakkan HAM tetapi terus menangkapi dan menghalangi kebebasan berekspresi. Tanggapan mereka itu, menurut yang hadir, mendapat sambutan tepuk tangan yang luas.
Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan pendeta Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, Karel Phil Erari yang tidak turut pada pertemuan itu, memberikan komentar yang sama skeptisnya ketika kepadanya dimintai pendapat. "Itu bukan imbauan yang tepat," kata Phil Erari lewat sambungan telepon kepada satuharapan.com hari ini (17/6).
"Yang perlu dikhotbahkan oleh pendeta adalah agar negara  mengakhiri berbagai aktivitas pelanggaran HAM yang sudah berlangsung selama 53 tahun. Itu yang harus dikatakan gereja, bahwa akar persoalan rakyat Papua dan ketidak percayaan kepada pemerintah pusat, adalah karena pelanggaran HAM yang tidak pernah selesai. Tidak ada proses bagi pelanggar HAM. Walaupun ada proses tetapi tidak adil, bahkan mereka yang terindikasi terlibat dipromosikan," kata Phil Erari.
Ia mencontohkan, oknum aparat yang menculik dan membunuh Theys Eluay, pemimpin rakyat Papua yang terbunuh pada tahun 10 November 2001,  justru sekarang dipromosi menjadi pejabat penting di TNI Angkatan Darat.
"Jadi itu hal-hal yang oleh rakyat dilihat perlu dikoreksi," kata dia.
Menurut Phil Erari, pembangunan yang berlangsung selama Otsus sangat diskriminatif,  tidak berpihak kepada hak-hak dasar orang Papua. Dulu, kata dia,  karena rakyat Papua ingin merdeka, presiden kala itu, B.J. Habibie, menawarkan Otsus.
"Tetapi di era Otsus pun terjadi pelanggaran HAM  sampai hari ini. Oleh karena itu kegagalan pembangunan di Papua sudah disampaikan oleh gereja-gereja kepada presiden SBY, sehingga perlu ada reformasi terhadap arah pembangunan di Papua," kata Phil Erari.
Di antaranya yang perlu direformasi, menurut dia, adalah perlunya affirmative policy atau keberpihakan kepada rakyat Papua.
Selain itu kata Phil Erari, diperlukan juga proteksi terhadap hak-hak dasar orang Papua untuk mendapatkan pendidikan dari pemerintah dan hak ke pelayanan medis yang baik yang berkualitas.
"Itu semua tidak terpenuhi selama 15 tahun Otsus. Karena itu imbauan Luhut tadi baru satu aspek pembangunan. Fisik mungkin oke, tetapi untuk siapa kalau bukan pro rakyat. Jadi pembangunan harus menjawab hak dasar orang Papua. Fisik ya, tetapi tidak membangun kebutuhan rakyat Papua keseluruhan," lanjut Phil Erari.
Phil Erari menambahkan, dengan terbukanya Papua untuk migrasi spontan, terjadi ketidakseimbangan demografi saat ini. Ia mengatakan rakyat pendatang jauh lebih banyak dari orang Papua. Ini berdampak pada situasi ekonomi dimana pendatanglah, menurut dia, yang menguasai sektor ekonomi.
"Rakyat Papua tidak bisa berkompetisi. Oleh karena itu kami akan bertemu Jokowi, menceritakan perlu suatu tindakan yang luar biasa terhadap Papua," kata dia.
Suara skeptis juga datang dari Pendeta Benny Giay, Ketua Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua. Menurut dia, ajakan Luhut itu menimbulkan dilema bagi para pendeta, apalagi yang melayani gereja yang jemaatnya adalah entis asli Papua.
"Saya kira pesan dari Pak Luhut sulit tembus ke komunitas basis yang kebanyakan orang asli Papua. Kalau warga jemaatnya terdiri dari orang-orang berada, yang nikmati proyek-proyek pembangunan yang Pak Luhut angkat dalam pertemuan ini, pasti pendetanya bisa enak menyampaikannya kepada jemaatnya.Tetapi kalau warga jemaatnya orang Papua yang menolak Otsus agak sulit pendetanya teruskan pesan-pesan Pak Luhut," kata Benny.
"Bila bicara demikian, gereja yang jemaatnya merasa korban dan tidak mendapat apa-apa dari Otsus atau dana triliunan, pendetanya bisa langsung diusir," tambah Benny.
Sementara itu Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Papua, Pendeta Lipius Biniluk, menyambut baik ajakan Luhut. Dia berharap pemerintah mempercayakan gereja menjadi motor penggerak pembangunan di Papua. Karena para pendetalah yang hidup bersama dengan masyarakat di daerah pedalaman Papua.
Mantan Presiden Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) itu mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi yang memberikan kesempatan kepada gereja-gereja di Papua ikut menjadi pelaku pembangunan.
"Pertemuan ini sangat baik supaya Jakarta juga tahu kondisi Papua sebenarnya, karena selama ini orang-orang di Jakarta tidak tahu permasalahan yang terjadi di Papua, mereka hanya tahu luarnya saja. Jadi dialog dengan para pendeta itu sangat perlu untuk membuka kondisi Papua sebenarnya," kata dia, sebagaimana dilaporkan oleh detik.com.
Editor : Eben E. Siadari

DPR Papua Bukan Parlemen Jalanan

Catatan kritis untuk sikap Polisi pada KNPB dan Rakyat Papua Barat
Oleh John NR Gobai
Pengantar
Tanah Papua, merupakan sebuah daerah yang mempunyai sejarah, menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berbeda dengan provinsi lain di Indonesia. Sejarahnya berbeda, karena bagi Orang Papua, Tanah Papua adalah sebuah negara, namun Negara Indonesia mengklaim bahwa negara itu adalah sebuah negara boneka, buatan belanda, sehingga oleh Trikora dibubarkan. Ini sebuah fakta sejarah, yang harus didialogkan untuk diperoleh solusi, bukan dibicarakan di jalan jalan atau di media-media yang tidak bermartabat. DPRP adalah wadah resmi yang dapat mewadahi distorsi ini dibicarakan atau dicari solusinya di ruang atau rumah rakyat.
Akar soal dari aspek sejarah di Papua
Sejarah adanya negara itulah, maka sampai sekarang terjadi kekerasan. Kekerasan yang terjadi sejak 1962- sekarang, menurut orang Papua ini menjadi salah satu akar konflik di Papua, sampai hari ini. Sementara itu diduga, bagi pemerintah Indonesia, mempunyai dasar adalah adanya perjanjian antara Sultan Nuku dan Belanda, sejarah kerajaan majapahit, dll yang membuat Indonesia merasa sangat berhak dan menancapkan patok yang bertuliskan Papua adalah bagian dari NKRI. Kedua kondisi perbedaan pandangan inilah yang perlu diluruskan melalui sebuah pelurusan sejarah dan juga kekerasan-kekerasannya diselesaikan melalui sebuah peradilan yang adil dan memuaskan keluarga korban dan korban kekerasan.
DPRP jaman OTSUS
UU No 21 Tahun 2001, ditetapkan karena adanya Gerakan Aspirasi Merdeka (GERASEM) yang terbuka di Papua, sejak tahun 1998; Pembangunan yang sentralistik, tidak merata, tidak mengahargai HAM, SDA Papua tidak memberi manfaat kepada OAP, dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan.
Idealnya UU No 21 Tahun 2001 di tetapkan untuk memecahkan akar masalah di Papua, yaitu Distorsi Sejarah, Kekerasan dan Pelanggaran HAM, Pembangunan yang tidak adil dan pengabaian hak masyarakat adat. Hal ini menjadi tugas dan wewenang dari DPRP untuk menanggapi, mendengarkan serta mencari jawabannya sesuai dengan mekanisme yang tentunya menjadi Kewajiban DPRP.
DPRP tentunya tentunya mempunyai mekanisme yang diatur dalam Tata tertib DPRP, sehingga setiap aspirasi harus diterima di kantor DPRP bukan dimana-mana kecuali dalam masa reses ke daerah atau ada kejadian luar biasa atau insiden tertentu.
DPRP bukan Parlemen Jalanan
Melalui ini saya ingin menyampaikan, hormat untuk KAPOLDA dan DPRP yang bisa memberikan ruang dan waktu bagi KNPB untuk menyampaikan aspirasinya, pada beberapa kali aksinya.
Dalam beberapa kali pengamatan saya, saat KNPB melakukan demo, demo mereka diterima di oleh DPRP di jalan dan dilapangan, hal ini sebuah pemandangan yang kurang bagus, dan jelas bertentangan dengan aturan, kami tau ini hasil kompromi antara kapolda dan DPRP.
Namun kami harapkan agar pihak keamanan agar kemudian tidak terus menutup ruangan DPRP untuk KNPB, mereka ini rakyat bukan, Preman, Pencuri atau Teroris, sehingga harus dipersulit atau ditutup jalannya. kantor DPRP yang megah itu ada untuk rakyat tanpa harus dibedabedakan.
Kami berharap agar kedepan KNPB dapat demo atau menyampaikan aspirasinya kepada DPRP di RUMAH RAKYAT. KNPB sangat tau aturan tentang mekanime internasional, mereka anak terpelajar. Mereka juga tahu bahwa DPRP bukan pengambil keputusan, tetapi mereka juga tau ada mekanisme pengambilan keputusan dalam DPRP, sehingga ruang demokrasi mesti dibuka apapun yang mereka sampaikan, karena demo itu hanya bicara bukan meruntuhkan kota, atau kata-kata itu bukan peluru yang mematikan.
Penutup
Apakah ada aturan polisi larang rakyat datang menyampaikan aspirasi ke kantor DPR, apapun aspirasi harus dibiarkan mereka datang ke ktr DPR, mengapa ada diskriminasi antara bara NKRI dan KNPB. BARA boleh KNPB tidak boleh ini tidak adil, jangan pikir cara ini akan padam semangat, salah ini akan buat mereka akan lebih semangat, sekali lagi DPRP bukan parlemen jalanan, mereka parlemen resmi negara.
Penulis adalah ketua Dewan Adat Daerah Paniai
tjahyo k
Add caption
Jakarta (facta-news.com)Pemerintah sudah dalam tahap sangat serius dalam menangani menjamurnya ormas ormas dan sejenisnya yang menentang Pancasila dan UUD 1945. Hal ini dilakukan oleh pemerintah karena ormas-ormas ini benar benar sudah menentang dasar Negara dan Undang undanya yang sangat serius. Kita hampir setiap hari disuguhi informasi dan berita lewat media social, media online, tv, radio dll ormas yang melakukan kegiatan yang nyata nyata menentang Pancasila namun tidak ada tindakan apapun dari pemerintah. Hari ini Kementerian Dalam Negeri sudah melakukan rapat koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Polri soal rencana pembubaran organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang dinilai tidak Pancasilais dan melanggar norma UUD 1945.


KNPB  (Komite Nasional Papua Barat)  satu langkah lagi di bubarkan oleh Pemerintah Pusat

Pemerintah selangkah lagi membubarkan ormas anti Pancasila

“Kemendagri sudah rapat koordinasi dengan Kejaksaan dan Polri. Ada beberapa Ormas kategori disebut melakukan makar dan akan segera dibubarkan. Kami pemerintah merekomendasikan agar tindakan Ormas diproses secara hukum,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo, pada rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Senin (13/06/2016).
Tjahjo mengatakan hal itu menjawab pertanyaan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Lukman Edy, yang meminta penjelasan soal pernyataan Menteri Dalam Negeri bahwa Pemerintah akan membubarkan Ormas yang dinilai tidak sejalan dengan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebelumnya, pada Rembuk Nasional Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasai), di Purwakarta, Senin (9/05), Mendagri juga mengatakan, bahwa Pemerintah RI akan membubarkan Ormas yang dinilai menolak Pancasila.
Menurut Tjahjo, Kemendagri, Kejaksaan Agung, dan Polri, sudah bertemu dan membahas hal itu, yakni melarang Ormas anti Pancasila. Namun, Tjahjo enggan menyebutkan nama Ormas tersebut, tapi Ormas itu cukup besar. “Ormasnya cukup besar dan terang-terangan anti Pancasila,” katanya.
Mendagri menambahkan, hasil keputusan dari rapat koordinasi Kemendagri, Kejaksaan Agung, dan Polri, dikirim ke seluruh pemerintah daerah di Indonesia, agar menjadi pegangan di tiap daerah. Pembubaran ormas anti Pancasila akan dilakukan disemua daerah Indonesia. Ormas anti Pancasila termasuk ormas yang makar terhadap Negara NKRI yang syah. Di Indonesia sudah banyak dan menjamur ormas ormas anti Pancasila dan sebentar lagi akan ditutup demi kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. (Sumber :Rimanews.com)
by Karsun Sondakh

4 Poin Ini Pasti Membuat Indonesia Malu dan Tidak Akan Menang atas Perjuangan Papua?

Menulis untuk meperkenalkan tanah Papua
Papua. Begitu orang-orang menyebutnya. Papua merupakan pulau yang tersohor dengan Sumber Daya Alamnya (SDA). Dalam realitas kehidupan masyarakat Papua kekayaan itu tidak sebanding dengan kondisi kehidupan masyarakatnya. Sejak masa kuasa Indonesia di Papua, masyarakat  Papua mati dan menderita atas kekayaan alam mereka yang begitu berlimpah.

Kekayaan bumi Papua terus dikuras sementara ketertinggalan masyarakat Papua diberbagai bidang kian menggerogoti jiwa bersaing orang Papua.

Sementara itu, Jakarta terus berdalil berjuta triliunan rupiah digelontorkan untuk membangun Papua. Pertanyaannya apakah dana yang diberikan itu sebanding dengan sumbangan daerah Papua untuk negara?

Pada dasarnya semua itu merupakan cerminan dari tindakan awal Indonesia yang menganeksasi Papua. Yah, Indonesia menganeksasi Papua hanya karena sumber daya alamnya yang menggoda, bukan karena manusia Papuanya. Hal ini bisa kita ketahui dari perkatan Alimurtopo yang masih menjadi duri dalam hati rakyat Papua. Kelicikan dan kecurangan ini benar-benar tercermin dalam proses aneksasi Papua yang  terjadi puluhan tahun silam. Dalam prosesnya sejarah bersaksi bahwa terjadi intimidasi, pembunuhan dan yang lebih ekstrim waktu itu, beribu  nyawa masyarakat Papua harus diantar paksa oleh negara ini.

(Baca juga:Memahami Kesalahan Di Masa Lalu dan Akar Persoalan Di Tanah Papua )

Sejak awal Papua dianeksasi oleh Indonesia, kecurangan dan kelicikan itu sudah mulai terlihat.Mana buktinya?Berikut ini di Dihaimoma.com merangkum 4 poin program dan langkah-langkah tandingan yang negara ini pernah buat untuk meredam tuntutan kemerdekaan Papua dengan cara yang tidak manusiawi.


Pertama untuk tetap menanamkan benih koloninya di Papua. Indonesia terlebih dulu keluar dari keanggotaan PBB pada tahun 1965. Alasan utamanya karena PBB menerima Malaysia sebagai anggota tetap PBB yang mana waktu itu Ir. Soekarno menyebut Malaysia sebagai negara boneka buatan Inggris. Hal serupa juga digukan Sang proklamator negara ini untuk menyebut Papua sebagai negara boneka buatan Belanda. Poin ini sebagaimana tercantum pada tiga isi trikora bagian poin satu.

Secara politik keluarnya Indonesia ini bukan semata-mata hanya karena Malaysia tetapi juga untuk meminimalisir campur tangan PBB saat PEPERA berlangsung di Papua. Ya, tindakan ini bisa dibilang berhasil karena dalam penyelenggaraan PEPERA di Papua waktu itu, PBB tidak bisa berbuat banyak . Dari sudut pandang saat ini, bisa dibilang Indonesia berhasil menekan PBB karena pada saat PEPERA berlangsung pada tahun 1969, PBB yang di gertak Indonesia tidak bisa berbuat banyak dalam mengawasi  penyelenggaraan PEPERA di Papua.

PEPERA yang harusnya menurut hukum Internasional harus dilaksanakan dengan satu orang satu suara (one man one vote). Indonesia membuat mekanisme tandingannya sendiri dengan membentuk Dewan Musyawara Pepera (DMP) yang hanya diikuti oleh 1025 orang Papua dari perkiraan populasi 800.000 jiwa hak memilih saat itu.

Kedua kalau anda pernah mendengar dan berkata negara berikan otonomi khusus untuk Papua, maka perkataan itu sangat omong kosong. Lebih tepatnya, anda salah.  Otsus lahir sebagai program tandingan dari negara ini untuk menutupi tuntutan kemerdekaan Papua oleh rakyat Papua.

Ya, hanya orang tidak paham sejarahlah yang akan mengatakan otsus itu pemberian Jakarta untuk memajukan Papua. Selain otsus, UP4B dan beberapa program pendidikan di Papua yang belum lama ini digagas negara sebenarnya program-program tandingan Jakarta untuk meredam tuntutan kemerdekan Papua.

Sederhanya, semakin besar dan semakin mendunia tuntutan kemerdekaan Papua. Semakin besar dan semakin banyak pula program dari Jakarta untuk orang Papua.

Pertanyaanya, bagaimana jika Papua tidak menuntut merdeka? Apakah  setan yang bernama otsus, UP4B, Afirmasi , dan Otus Plus yang sedang dirancang gubernur Papua saat ini  dan program lainya itu akan dikenal Orang Papua? Petanyaan dari jawban ini anda jawab sendiri.

Ketiga ketika rakyat Papua membentuk dan mengembangkan oganisasi yang berjuang melawan kolonialisasi di Papua. Negara ini membentuk Barisan Merah Putih (BMP) di Papua. Hal ini anda bisa lihat dari beberapa aksi bakar bendera bintang Fajar yang belum lama ini diramaikan beberapa media besar. Selain itu maraknya demo-demo tandingan anti Papua merdeka yang saat ini sedang marak di Papua.
Soal Barisan merah Putih (BMP) di Papua saya pernah tulis di artikel ini (Baca: Surat Untuk Rakyat Papua- Bukan Hal Baru Barisan Merah Putih di Papua)

Keempat ketika rakyat Papua melalui The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengajukan keangotaan penuh dalam Melanesian Spearhead Group ( MSG). Negara ini membentuk organisasi tandingan MELINDO untuk turut mengajukan keanggotaannya di MSG.

Poin ke empat ini agak aneh. Setelah proses ini berlangsung selama kurang lebih satu setengah tahun. Perdana Menteri (PM) Solomon yang juga sebagai ketua MSG menawarkan dialog antara Papua dan Jakarta untuk mencari solusi dari setiap persolan kompleks yang terjadi di Papua selama ini, malah  ditolak Indonesia dan bahkan Jokowi menolak bertemu dengan PM Solomon. 

Menanggapi penolakan Indonesia, PM Solomon belum lama ini mengatakan

"Sogavare, penolakan presiden Jokowi terhadap permintaan untuk bertemu dengan dia mengenai posisi MSG terhadap Papua Barat merupakan indikasi yang jelas bahwa Indonesia memiliki alasan lain untuk bergabung dengan MSG"(Satuharapan.com)

Salah satu dari alasan penolakan itu karena Indonesia berpandangan bahwa mereka merupakan negara penyelenggara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Padahal alasan PM Solomon bersedia untuk memfasilitasi dialog antara Papua-Jakarta dan meminta bertemu adalah untuk mencari dan menyelesaikan persolan Papua yang terus memakan korban.

Selain itu, PM Solomon berbicara atas fakta pelanggaran Ham berat di Papua. Bagaimana bisa? Dasar acuan  PM Solomon adalah Korban kekerasan dan pelanggaran Ham berat yang dilakukan negara ini terhadap orang Papua sejak tahun1961 sampai saat ini. Indonesia mungkin lupa tetapi badan-badan penggiat Ham nasional dan internasional yang bekerja secara independen dan netral telah mendokumentasikan semua itu dan dengan data itu pula, ketua MSG ini bertindak.

Misalnya, dua tahun lalu komisi Ham Asia mengeluarkan laporan hasil penelitiannya selama 3 tahun yang menyatakan selama tahun 1977–1978 negara telah membunuh lebih dari 400.000 orang Papua. Selain itu misalnya, dokumetasi dari Amnesty internasional dan gereja katolik Australia yang belum lama ini mengeluarkan laporan Ham yang sama.

Jadi sangat aneh jika Indonesia berkata masalah Papua adalah masalah nasional jadi tidak ada intervensi negara lain dengan landasan Indonesia merupakan penyelenggara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Apakah Indonesia mampu bertahan dengan argumen klasiknya?

Sampai di sini pertanyaanya, akankah Indonesia menempuh jalan konprontasi dengan negara-negara yang mendukung kemerdekan Papua seperti dulu Indonesia menekan Belanda dan PBB?. Tidak.

(Baca juga: Indonesia Panik- Melihat Kemajuan Perjuangan Kemerdekaan Papua  )

Zaman ini kita hidup di zaman keterbukan infomasi. Persolan Ham berat yang dilakukan negara tidak bisa dibungkam seperti dulu Indonesia perlakukan orang tua kami. Kami orang Papua akan referendum.

Selain itu beberapa hal yang sebenarnya harus diketahui negara ini adalah sifat ketertutupan yang selama ini Indonesia terapkan terhadap Papua merupakan cerminan dari sifat asli negara ini. Selain itu, sifat ketertutupan itu akan turut membuat orang bertanya dan terus mencari jawabannya.

Yah.. semakin tertutup negara ini terhadap pelanggaran Ham Papua. Semakin cepat pula Papua untuk merdeka.

Selain itu, apakah Indonesia akan menggelapkan semua pelanggaran Ham yang dengan konsisten didokumentasikan oleh badan-badan independen penggiat Ham nasional dan internasional. Apakah Indonesia akan terus berkata pelanggaran Ham itu data bohong sebagaimana di lontarkan menteri luar negeri Indonesia belum lama ini.

Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, mengatakan laporan mengenai pelanggaran HAM Papua yang dibawa ke PBB itu tidak benar.(Satu Harapan.com)

Sangat disayangkan. Sebentar lagi Papua akan jadi full member di MSG dan itu akan membuka jalan untuk Papua menuju full member di negara-negara PFI yang selanjutnya akan turut mempermudah persolan Papua masuk PBB untuk mencapai referendum itu sendiri.

Sampai di sini, terlihat jelas dan akan terbukti bahwa dulu mungkin dengan mudah Indonesia membantai, memusnahkan, dan menipu orang tua kami tetapi apakah mungkin Indonesia melakukan hal yang sama kepada generasi mudah saat ini? Jawabannya sangat tidak mungkin.

Satu hal yang harus dicatat negara ini adalah dulu orang tua kami kalian bantai dengan kepintaran dan kepandaian ilmu pengetahuan yang kalian miliki tetapi kini waktunya anak-anaknya akan melawan dengan kepandaian dan kepintaran yang sama seperti kalian gunakan untuk menekan orang tua kami. Dengan begitu pula, Papua akan merdeka bukan dengan cara kekerasan tetapi dengan cara damai dan bermartabat sebagai bangsa yang terdidik.

Penulis: Melki Pangaribuan 20:37 WIB | Rabu, 15 Juni 2016

LBH: Polisi Tangkap 1.040 Orang Pasca Unjuk Rasa di Papua

Unjuk rasa menuntut referendum dan menolak Menkopolhukam Luhut Pandjaitan di Papua pada Rabu, 15 Juni 2016 (Foto: Istimewa)
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan  lebih dari 1.000 orang ditangkap oleh polisi di Jayapura setelah aksi unjuk rasa menuntut penentuan nasib sendiri hari ini (15/6).
Akun twitter LBH Jakarta menampilkan gambar seorang bernama Surya Anta yang dikatakan mengabarkan bahwa 1000 orang Papua telah ditangkap olisi.
"Total ada 1.040 rakyat Papua yang ditangkap hari ini," lapor akun twitter  LBH Jakarta @LBH_Jakarta.
satuharapan.com juga mendapati laporan serupa dari sumber-sumber Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), organisasi yang menjadi motor unjuk rasa ini.
Ketua KNPB, Victor Yeimo, mengatakan 1004 orang ditangkap di Sentani, empat orang di Yahukimo 31 orang di Malang, total 1039 orang.
Pernyataan serupa dibenarkan oleh Veronica Koman, aktivis dan pengacara LBH Jakarta, yang mengadvokasi gerakan pembebasan Papua.
"Mereka masih ditahan," kata dia kepada The Jakarta Post.
Selain di Jayapura, unjuk rasa hari ini juga berlangsung di Malang, Baliem, Fakfak, Sentani, Sorong. Timika dan Yalimo. Di Malang, polisi menangkap 31 warga Papua yang melakukan unjuk rasa. Namun pada sore hari, mereka dibebaskan.
Dilaporkan juga adanya intimidasi dan 'penjemputan' paksa ke rumah-rumah para aktivis, termasuk di perumahan dinas dosen Universitas Cenderawasih yang diduga dilakukan oleh orang-orang intelijen.
"Perlakuan polisi kepada rakyat Papua hari ini menunjukkan itikad baik untuk penyelesaian pelanggaran HAM d Papua adalah omong kosong," demikian salah satu pernyataan LBH Jakarta.
"Perbaiki situasi kebebasan dan berekspresi di Papua barulah bicara soal penyelesaian pelanggaran HAM di Papua," lanjut pernyataan itu.
Sementara itu Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam pernyataannya mengatakan bahwa unjuk rasa kali ini merupakan "perlawanan damai untuk penolakan kedatangan Menkopolhukam di Papua."
Menurut pernyataan itu, pelanggaran HAM di Papua dilakukan oleh Negara Indonesia, oleh karena itu tidak mungkin Negara mengadili Negara. Ditekankan pula bahwa selama rakyat Papua tidak diberikan kesempatan menentukan nasib sendiri, pelanggaran HAM akan terus berlanjut.
Di bagian lain pernyataan itu disebutkan bahwa para pengunjuk rasa memberikan dukungan penuh kepada United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Mereka menolak tim yang dibentuk oleh pemerintah RI untuk penyelesaian HAM di Papua, termasuk menolak Marinus Yaung, Matius Murib dan Lien Maloali, warga Papua yang termasuk dalam tim.
Seruan itu juga menuntut diberikannya kesempatan untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua serta adanya tim pencari fakta dari Pacific Islands Forum (PIF).
Selain KNPB dan ULMWP, unjuk rasa kali ini didukung oleh sejumlah organisasi seperti Garda PB, FIM, Gempar, WPNA, FNMPP, F-PEPERA, GP2PB, DAP, SHRDP, AMP, BUK, BEM FIsip Uncen, BEM USTJ, BEM Unel Mandiri, BEM STIKOM, Senat STFT, Senat GKI, Senat STT WP, Senat STT GIDI
Sejumlah video yang diterima satuharapan.com, menggambarkan aksi unjuk rasa yang berlangsung damai. Massa yang berunjuk rasa terlihat bernyanyi dan menari.
Penulis: Bob H. Simbolon 17:05 WIB | Rabu, 15 Juni 2016

Soal Papua, Luhut Ingatkan Australia: Jangan Ada Dusta

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan (Foto: Bob H Simbolon)
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan, mengingatkan pemerintah Australia untuk kembali ke Lombok Treaty atau Perjanjian Lombok agar tidak terjadi dusta di antara Indonesia dan Australia.
"Kita akan kembali pada Lombok Treaty karena perjanjian tersebut  menjadi pegangan kita sehingga tidak ada dusta di antara kita," kata dia kepada satuharapan.com di Kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Jakarta pada hari Selasa (15/6).
Lombok Treaty adalah perjanjian keamanan Indonesia dengan Australia dimana pada prinsipnya kedua negara mengutamakan kesetaraan, keuntungan bersama, penghormatan, dukungan atas kedaulatan, integritas teritorial, kesatuan nasional, dan kemerdekaan masing-masing pihak serta non-intervensi terhadap urusan dalam negeri satu sama lain.
Dia pun mengatakan, pemerintah Indonesia dengan Australia akan saling membangun kepercayaan sehingga tidak akan terjadi seperti peristiwa referedum Timor-Timur pada tahun 1999.
"Kita tidak ingin saling tidak percaya agar tidak terjadi referedum di Timor-Timur," kata dia.
Melihat penjelasan itu, kata dia, pemerintah Australia mendukung posisi Papua sebagai bagian dari Indonesia.
"Mereka mendukung posisi Indonesia," kata dia.
Sebelumnya, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan mengangkat isu Papua dalam kunjungannya ke Australia pekan ini. Luhut bertolak ke negara jiran itu pada hari Selasa malam (7/6)  untuk melakukan pertemuan bilateral.
Di antara isu strategis yang dibicarakan adalah masalah Papua.
Sehari sebelumnya, Luhut mengumpulkan sejumlah perwakilan kementerian dan lembaga, yang antara lain membahas masalah Papua.
"Kami menajamkan soal Papua. Kami mau mensinkronkan. Tadi saya lapor presiden, presiden ingin penyelesaian (masalah) Papua betul-betul holistik dilakukan," kata dia.


Penulis: Eben E. Siadari 15:05 WIB | Jumat, 17 Juni 2016

Empat Tokoh Papua akan Bertemu Jokowi

Pendeta Karel Phil Erari (kiri) dan Pendeta Socratez Sofyan Yoman (Foto: Bayu Probo)
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Empat tokoh Papua akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan saran-saran menyelesaikan permasalahan Papua.
Hal ini dikatakan oleh Pendeta Karel Phil Erari, salah satu putra asli Papua, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan mantan Wakil Sekretaris Umum Gereja Kristen Injili (GKI) di Papua, kepada satuharapan.com hari ini (17/6).
Empat tokoh yang akan bertemu itu adalah pertama, Simon Patrice Morin, politisi asal Papua dan mantan anggota DPR beberapa periode. Kedua, Mantan Menteri Muda urusan percepatan pembanguan Kawasan Timur Indonesia (PPKTI), Manuel Kaisipeo. Ketiga, Michael Manufandu, mantan Duta Besar Indonesia untuk Kolombia. Dan keempat, Pendeta Karel Phil Erari sendiri.
Pendeta Karel Phil Erari tidak menjelaskan kapan pertemuan itu akan dilangsungkan. Ia sedang dalam perjalanan menuju istana ketika satuharapan.com menghubunginya. "Saya akan bertemu Teten sore ini," kata dia, menyebut nama Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki.
"Pembangunan selama 53 tahun di Papua sudah gagal luar biasa, itu harus Anda muat. Perlu reformasi arah otonomi khusus," kata Phil Erari.
"Oleh karena itu kami akan bertemu Jokowi, menceritakan suatu tindakan yang luar biasa yang perlu dilakukan terhadap Papua. Kegagalan pemerintah selama 53 tahun di Papua luar biasa," kata Erari
Intinya, menurut Phil Erari, dirinya akan mengusulkan empat hal kepada Jokowi.
Pertama, evaluasi konprehensif terhadap pelaksanaan Otsus.
Kedua, dibutuhkan dialog dengan semua dan inklusif (all inclusive) antara Jakarta dan Papua yang melibatkan semua komponen strategis di Papua.
Ketiga, reposisi peranan militer di Papua untuk memastikan tidak akan ada lagi pelanggaran HAM.
Keempat, moratiorium terhadap upaya pemekaran kabupaten maupun provinsi.
Di luar itu, menurut Erari, perlu dibentuk komisi kepresidenan untuk pembangunan Papua.

Luhut: Indonesia Tidak Mau Tim Independen Lain Investigasi Kasus HAM di Papua


WAMENA, SUARAPAPUA.com — Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, yang menolak tim investigasi oleh rakyat Papua dan sejumlah aktivis HAM selama ini bukan semua orang Papua, itu hanya satu dua orang saja.
“Yang menolak tidak semua orang kan. Kalau tidak salah hanya Natalius Pigai, sementara Ketua Komnas HAM dan beberapa anggota Komnas HAM lainnya ada dalam tim. Tapi semua orang juga bisa sama-sama, tetapi dangan data, jangan dengan rumor,” ujar Menkopolhukam, Luhut Binsar Panjaitan di Wamena, Jumat (17/6/2016) siang tadi.
Lanjut Panjaitan, “Yang kita tidak mau adalah ada orang lain membuat tim independen
menginvestigasi kita (Indonesia). Kita (Indonesia) bisa lakukan sendiri kok. Saya juga ada undang 4 duta besar, PNG, Fiji, Solomon Island dan duta besar New Zealand. Mereka lihat tidak ada dokumen yang ditutup. Untuk proses sekarang masih melakukan pengumpulan data,” ungkap Luhut.
Ia lalu mengatakan, bukan hanya masyarakat sipil saja yang ada korbannya, tetapi TNI juga banyak korbannya. “TNI yang kaki tanganya dipotong itu bagaimana? Jadi orang minta dokumen kami kasih dokumen itu. Tetapi TNI/Polri yang salah kita tetapi hukum, tetapi harus ada datanya,” katanya.
Penyelesainnya kasus-kasus HAM di Papua, katanya, berharap bisa diselesaikan pada akhir tahun 2016. “Semua kasus selesaikan tahun ini (2016), jika tidak selesai kami selesaikan tahun depan,” ujarnya.
Ketika ditanya mengenai ada negara luar yang mendukung kemerdekaan Papua Barat, kata Luhut, tidak ada Negara yang mendukung. “Sementara informasi yang beredar ada negara yang mendukun. Tapi iu tidak benar!” kata  Menko Polhukam tegas.
Sementara itu, Kapolda Papua, Irjen Pol. Paulus Waterpauw mengatakan, kasus yang sudah ditangani pihaknya saat ini adalah kasus  Yawan Wayeni.
“Kita sudah periksa semua anggota Brimob, termasuk komandannya pada hari Senin kemarin di Makomsus Brimob. Jadi kita tetap menindaklanjuti. Untuk Opinus Tabuni, sementara Direskrim dengan tim sudah melakukan olah TKP dan mereka melakukan perbandingan data lalu dengan aparat disekitarnya. Untuk KRP III yang masih belum, karena ada kendala lain mengenai saksi yang sulit karena kejadiannya pada malam
hari,” ungkap Kapolda Papua.
Selanjutnya, kata Kapolda, kasus lain dilimpahkan kepada lembaga lain. “seperti kasus sopirnya almarhum Theys Eluai dilimpahkan kepada Kodam yang join dengan kami (Polda),” jelas Waterpauw.
Untuk tiga kasus yang utama, seperti kasus Wasior, Wamena berdarah dan Paniai, kata Kapolda, ditangani langsung oleh Komnas HAM dan Kejaksaan pusat. “Mudah-mudahan kasus-kasus ini dengan bantuan pemerhati HAM bisa dapat diselesaikan,” tukasnya.

Sebelum Papua Merdeka, Prajurit TPNPB-OPM Tidak Akan Pernah Menyerah

Written By MELANESIA POST on Rabu, 25 Desember 2013 | 19.54

 

Sebelum Papua Merdeka, Prajurit TPNPB-OPM Tidak Akan Pernah Menyerah

Prajurit TPNPB-OPM
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak akan pernah menyerah kepada NKRI dengan alasan apapun. Jika betul ada yang menyerah harus ada bukti, siapa 100 orang itu harus jelas detail nama-nama pun jelas. Seperti dilansir Tabloidjubi Edisi 18 Desember 2013 “Sekarang persoalan hanya Goliath Tabuni dan Okiman saja. Pengikut mereka sekarang sudah masuk di kota. 100 orang yang masuk ke Mulia ini, mereka sekitar enam bulan lalu mereka turun dan kita tempatkan di Satpol PP. Jadi saya melihat keadaan sekarang sudah membaik, meskipun ada persoalan tetapi hanya sedikit saja,” ujar Henok Ibo.
Henok Ibo ini cara kuno jika katakan demikian, karena Lukas Enembe sebelum menjawabat sebagai Gubernur, pernah juga mengatakan seperti Henok Ibo katakan, tetapi kenyataannya mana? sangat disayangkan kalau ada yang mimpi anggota aktif Tentara Pemebebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) menjerah. Henok Ibo rekrut Masyarakat jadi anggota Satpol PP jangan bilang anggota Goliath Tabuni. Karena tidak semua masayarakat di Puncakjaya itu anggota TPNPB-OPM, ada masyarakat dan ada juga anggota TPNPB-OPM, sama seperti masyarakat Indonesia di Jawa, Sumatera Bali dll juga tidak semua TNI/POLRI ada masyarakat dan militer.
Terkait 100 anggota  Goliath Tabuni menyerah, kurir Jendral TPNPB Goliath Tabuni menyatakan, “Indormasi itu tidak benar saya sudah  chek semua tetapi tidak ada yang menyerah, anggota semua lengkap ada di Markas dan Pos masing-masing”, ujarnya via seluler siang ini.
Kurir Jendral TPNPB, Goliath Tabuni yang namanya minta dirahasiakan dengan nada keras mengatakan, “Henok itu dia minta uang kepada pemerintah pusat dengan cara begitu, tipu-tipu anggota Goliath Menyerah itu, kalau kami kedapatan orang itu akan kami tembak, itu harus semua orang tau. Kami tidak akan menyerah kami tetap berjuang sampai Papua Merdeka itu prinsip kami”, tegas Kurir Jendral Goliath Tabuni.
Terkait itu Kepala Staf Umum TPNPB-OPM Mayend, Terianus Sato, ” saya menilai itu penipuan yang kerap kali disebut-sebut anggota TPNPB-OPM menyerah, dimana saja bukan hanya kali ini di Puncakjaya yang Henok Ibo katakan itu, tetapi itu cara mereka minta-minta uang, pejabat Bupati tipu Gubernur, dan Gubernur tipu Pemerintah Pusat untuk mendapatkan uang mereka. Siapa bilang anggota TPNPB-OPM menyerah, sampai kapan pun dan dengan alasan apapun kami tidak akan menyerah, perlawanan kami berhenti, ketika Papua Merdeka dan berdaulat penuh”, kata Terianus Sato.
 
Henok Ibo merekrut masyarakat dan pemuda bisa untuk menjadi anggota Satpol PP, menipu Pemerintah Provinsi untuk mendapatkan uang, kenyataannya Gubernur Provinsi Papua merespon serius akan mengeluarkan dana miliaran untuk itu. Kalau memang ada yang betul relawan jadi anggota Satpol PP, semua pemuda itu, berikan juga senjata.
TPNPB-OPM tidak akan menyerah kepada NKRI, Perjuangan kemerdekaan bangsa Papua tidak akan pernah berhenti, kecuali Papua merdeka dan berdaulat penuh sama dengan negara-negara merdeka di dunia.