selamat datang dan salam berjuang Free West Papua.

ALIANSI MAHASISWA PAPUA (AMP) SEKTOR TANGERANG BANTEN

-->

Kamis, 23 Juni 2016

Perempuan Papua Barat Salah Satu Simbol Kekuatan

Ilustrasi Mama Papua
(Foto/ Dok Yaliahun Suhuniap)
Oleh: Yaliahun Suhuniap

Perempuan merupakan manusia sebagai ciptaan Tuhan Allah dalam kapasitas sebagai penolong laki-laki dan yang diambil dari salah satu tulang terkecil dari tubuh lelaki tersebut yaitu tulang rusuk (kejadian 2:18,22-23.) disana dikatakan, tidak baik kalau manusia itu seorang diri, ia akan dinamai perempuan karena diambil dari laki-laki. ini artinya bahwa perempuan dan laki-laki itu sama dalam kesatuan yang utuh, melainkan berbeda dalam fungsi dan peranannya. atau yang lebih mencolok adalah dilihat dari perbedaan jenis kelamin.

Dalam perkembangan sejarah umat manusia di planet ini, terkhusus dalam kehidupan perempuan Papua Barat atau lebih dikenal dengan “mama papua”, di Island Of Paradise, kita bisa melihat bahwa perempuan Papua Barat adalah makhluk heroik dan multiKUAT yang pernah dan terus ada dalam lebih dari satu peran dan fungsi. dia memiliki kekuatan dalam berbagai versi, bahkan sebagiannya yang tidak dapat menyamai oleh kaum Adam. beberapa diantaranya adalah:
1. Bisa mengandung selama Sembilan bulan karena dia KUAT.

2. Karena KUAT, dia bisa menghadapi momen kritis yaitu pada saat  
diperhadapkan dengan sakit bersalin yang juga sakit pamungkas di dunia itu.

3. Karena KUAT dia bisa mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melayani suami, mengurus anak-anak dalam segala keinginan dan kebutuhan hidupnya, serta menjadi ibu rumah tangga bekerja bagi segenap keluarga dan setiap orang dalam rumah sejak jam 05-18 malam setiap harinya. jadi yang memegang rekor tinggi dalam keluarga versi kerja banyak, besar dan berat adalah perempuan.

4. Pada zaman dulu dia juga memiliki pengaruh KUAT yaitu mencetuskan perang antar suku ataupun antar kampung karena perempuan. jadi dia itu adalah pemicuh perang. sekaligus barometer perang yakni, dia katakan kepada seseorang tidak boleh berperang karena jika berperang maka akan tewas dalam medan bertempuran dan hal itu pasti terjadi. itulah sebabnya orang pasti tunduk pada perintah perempuan.

5. Jika berargumentasi pada suatu perkara dalam keluarga maupun dalam organisasi tertentu, maka pasti secara retorika suara perempuan yang lebih unggul dan KUAT ketimbang lelaki. untuk hal itu kata orang yali “Homi En Suahal” yaitu keras, banyak, berkesinambungan tanpa henti dan lainnya.

6. Satu orang perempuan bisa menundukkan atau menaklukkan seratus orang laki-laki, bahkan orang yang paling liar bisa dia jinakkan. hanya dengan kata-kata sekalipun, dia KUAT melakukanya. makanya ada petikan syahir cinta mengatakan; “meskipun orang yang derajatnya setingkat raja akan menjadi budak wanitanya.”

7. Di dunia pendidikan sekarang dia lebih unggul dalam KUAT menghafal secara sistematis ketimbang laki-laki. mungkin lantaran loyalitasnya yang tinggi pada apapun yang dia geluti, tetapi itu realitas dimana-mana.

8. Mungkin karena dampak dari pada pandangan manusia bahwa kaum Hawa lebih rendah derajatnya ketimbang kaum Adam di berbagai segi kehidupan manusia, tetapi ketika suatu perbuatan atau prestasi diukir dari seorang perempuan, sangat KUAT pengaruhnya ketimbang laki-laki.

9. Dia juga memiliki tekad yang KUAT dalam hal apapun. jika dia ingin mengakhiri hidup oleh karena stress, putus cinta, putus asa dan lain sebagainya pasti dia melakukannya tanpa berpikir banyak.

10. Dalam urusan tertentu dia lebih KUAT kelicikannya dan bahkan tidak bisa terdeteksi bekas langkahnya. sulit sekali untuk menemukan hal ini. kalaupun mungkin, tidak dalam satu dua hari.

11. KeKUATan cinta dan kasih sayang dari kapasitasnya sebagai orang tua, dia melebihi bapa. sehingga meskipun seorang anak berada jauh, dia pasti merasakan apa yang dirasakan anaknya.

Demikian sebagian kecil yang bisa saya kemukakan dari banyak sumber kekuatan para wanita. mohon maaf mungkin salah kalimat dalam poin-poin diatas tetapi, diharapkan supaya mengambil makna positifnya saja ketika menginterpretasikan tulisan ini. karena tentu ada hal atau pesan penting yang akan disampaikan dalam tulisan ini. seperti ini alasannya:
Sejak tahun 1961 sampai dengan tahun 2016 ini, bahkan sampai detik ini. banyak air mata dan tangisan terus mengalir di negeri Noeva Guinea Nea itu. dan lebih terharuhnya adalah tangisan terbanyak dan terkuat mengalir dari hati, pikiran, kata-kata, tenaga, doa dan mata perempuan atau mama papua yang berada di gunung, rawa, hutan, pesisir, kebun, kali, bukit dan dimanapun tempatnya. hal itu disebabkan oleh karena pembunuhan yang terus secara kontinyu terjadi di bumi Surga Kecil itu. dia terus melahirkan tetapi anjing liar yang jahat itu terus menerkam, mencerai-beraikan dan melahapnya dengan bengis tanpa ampun. tidak ada pertolongan juga yang datang dari orang lain ketika semua ini terjadi. jika yang tersisa dari mereka yang diterkam berteriak minta tolong, maka anjing-anjing itu datang dengan jumlah yang banyak dan membunuh habis mereka yang tersisa. tidak ada sedikitpun celah bagi mereka (manusia papua barat) untuk menghindari kematian dan cari kehidupan yang bebas. dari timur sampai barat, selatan sampai utara, dari sorong sampai samarai di titik terkecil sekalipun, anjing liar terus berkeliaran setiap saatnya.

Berkumpul dan bersuara, berteriak minta tolong, pasti dibunuh karena bagi mereka membunuh manusia papua barat adalah kewajiban mereka. ibarat burung yang bersiul di tengah hutan, dan didengar para pemburuh sehingga siulannya mendatangkan bencana bagi dirinya, demikianlah nasib orang papua barat di dalam rumah (honai) mereka sendiri. kalaupun diam pasti diterkam juga. karena anjing itu tanpa menjilat darah manusia papua barat mustahil untuk hidup. itulah sebabnya, dari pada mati di tengah hutan dan lautan karena diam sehingga tidak dilihat orang, lebih baik berteriak dan mati di tengah jalan, sehingga dilihat orang. karena diam ataupun berteriak pasti mati juga. itulah pilihan anak negeri saat ini.

WAHAI PEREMPUAN-PEREMPUAN MUDA PAPUA BARAT. apa yang kurang dengan kamu? siapa yang kamu takutkan? bukankah kamu adalah makhluk yang kuat dan berani? bukankah kamu adalah representative dari mama yang di kampung dan sedang menangis tersedu-sedu karena anak yang dia cintai terus hilang? bukankah jiwa besar mama dan hati sebagai mama sedang terpatri dalam dadamu? mengapa kamu tidak maksimalkan kekuatanmu itu untuk mengakhiri penderitaan ini?

Datanglah bergabung dalam perjuangan untuk pembebasan nasional bangsa papua barat. solusi untuk mengakhiri air mata dan sakit yang dirasakan mama selama ini adalah referendum. dan referendum itu adalah buah dari perjuangan dan pengorbanan. mama selalu berdoa sambil menangis, dan berharap supaya suatu saat nanti bukan hanya anak laki-laki tetapi anak perempuannya juga duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi di dunia yang sama. pada momen itulah sakit yang dia rasakan sejak melahirkan kita berdua sampai saat ini akan berakhir. dia ingin mendengar kabar darimu bahwa mama semuanya sudah berkhir. sekarang kita bebas. bebas untuk selamanya tanpa ikatan. dia tidak sabar menantikan hari itu tiba. mari kita berjuang bersama, bergandeng tangan mempercepat datangnya hari yang dinanti-nantikan oleh mama tercinta yang dengan segenap cinta, kasih sayang merindukan kita.

BERJUANG MEMBEBASKAN BANGSA PAPUA BARAT
SEBAGAI
TANDA UCAPAN SYUKUR KEPADA TUHAN ALLAH SANG PENCIPTA DAN PEMBERI SEMESTA ALAM PAPUA BARAT DAN MANUSIANYA
BUKTI UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA MAMA YANG MERASAKAN SAKIT YANG KITA RASAKAN DENGAN AIR MATANYA
SUATU KARYA MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN ANAK CUCU KITA YANG BEBAS, DAMAI SEJAHTERA, BERADAB DAN TERHORMAT DI TANAH LELUHURNYA SAMA SEPERTI MANUSIA LAIN DI MUKA BUMI INI

Kamis, 23 Juni 2016

Rastafari Dewan Ghana mendukung Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri..

Solidaritas Rastafari Council Ghana untuk west papua.

FreeWestPapua‬ Accra, Ghana. Rastafari Dewan Ghana mendukung Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri..
Indonesia tidak bisa lagi menyembunyikan sejarah west papua menipu dunia internasional,
Indonesia‬ di west papua adalah ilegal dan penipuan atas Papua Barat. Undang-Undang pilihan bebas 1969 adalah klaim penipuan kedaulatan.
Indonesia telah menewaskan sekitar 500.000 orang Papua Barat.
Dunia sedang mengetahui apa yang telah dilakukan Indonesia. Semua kebenaran akan terungkap.
Terima kasih kepada Raswad dan semua di Dewan Rastafari Ghana.
https://www.freewestpapua.org/resources
Penulis: Bob H. Simbolon 15:55 WIB | Kamis, 23 Juni 2016

Kemlu: Pelapor Khusus PBB, Maina Kiai, Tak Mengerti Papua

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Arrmanatha Nasir (Foto: Bob H Simbolon)
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Arrmanatha Nasir, mengatakan Pelapor Khusus (special rapporteur) PBB bidang kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat, Maina Kiai, tidak mengerti sepenuhnya perkembangan masyarakat di Papua.
"Statement yang disampaikan beliau (Maina Red) tidak benar fakta karena demokrasi di Papua berjalan, seperti pelaksanaan pemilu lokal dilakukan secara terbuka dan hasilya putra daerah terpilih," kata dia kepada satuharapan.com di Kantor Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta pada hari Kamis (23/6).
Dia pun membantah pernyataan dari pelapor khusus PBB yang menyatakan adanya kemunduran pembangunan di Papua karena pemerintah Joko Widodo masih memberikan perhatian khusus kepada masyarakat Papua seperti pada aspek pendidikan, aspek pembangunan.
"Pembangunan besar-besaran masih terus dilakukan di Papua," tambah dia.
Dia pun mengatakan bahwa pernyataan dari special rapporteur PBB yang membandingkan Papua sama seperti Tibet dengan keadaan tidak bebas berekspresi tidak benar adanya.
"Persoalaan aksi unjuk rasa atau kebebasan berekspresi telah diatur oleh Undang-undang. Kebebasan berekspresi di Papua sama seperti di Jakarta, sama-sama diatur oleh Undang-undang," kata dia.
Sebelumnya Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat, Maina Kiai, mengangkat tindakan represif pemerintah Indonesia di Papua sebagai salah satu contoh ancaman bagi hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat.
Ia menyamakan represi Indonesia di Papua dengan yang perlakuan pemerintah Tiongkok terhadap Tibet dan Uighur serta yang dilakukan pemerintah India dan Mauritania terhadap masyarakat dengan kasta yang lebih rendah di negara mereka.
Maina Kiai yang merupakan special rapporteur PBB untuk hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat,  mengangkat isu tersebut ketika mendapat kesempatan bicara menyampaikan laporannya pada sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB sesi ke-32, di Jenewa pada hari Jumat (17/6). Pidatonya sepanjang 15 menit itu dapat juga dilihat dalam siaran televisi internet PBB, webtv.un.org.
Penulis: Eben E. Siadari 21:14 WIB | Rabu, 22 Juni 2016

PNG Surati Jokowi untuk Bahas Isu Papua di Bali

Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'Neill saat bertemu Joko Widodo di Jakarta. (Foto: abc.net.au)
SUVA, SATUHARAPAN.COM - Anggota Sub Komite Khusus Regionalisme   atau Specialist Sub-Committee on Regionalisme (SSCR) Pacific Islands Forum (PIF), Leonard Louma, mengatakan isu pelanggaran HAM di Papua merupakan salah satu isu prioritas yang akan dibahas dalam pertemuan para pemimpin PIF pada September mendatang.
Namun, Papua Nugini menurut dia, lebih memilih membawa masalah ini ke Bali Democracy Forum (BDF) yang akan diselenggarakan di Bali pada bulan Desember mendatang.
Menurut Leonard Luma yang berasal dari Papua Nugini, Presiden PNG, Peter O Neill, telah menulis surat kepada Presiden Joko Widodo. "Dia telah memberitahu kami bahwa tempat yang tepat untuk mengangkat masalah ini adalah di Bali Democracy Forum," kata dia, sebagaimana dilansir dari Fiji Times.
Sebelumnya, dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri Melanesian Spearhead Group (MSG) di Lautoka, Fiji, pada 16 Juni lalu, Ketua Delegasi RI, Desra Percaya, juga telah mengundang negara anggota MSG --termasuk PNG -- untuk hadir di Bali Democracy Forum (BDF) pada 8-9 Desember mendatang. Selama ini, posisi Indonesia memang lebih memilih isu Papua dibicarakan pada forum itu ketimbang di forum MSG maupun PIF.
Leonard Louma juga mengakui bahwa isu Papua merupakan isu prioritas yang diadopsi oleh PIF tahun ini, bersama dengan perubahan iklim, perikanan, kanker serviks dan informasi dan teknologi komunikasi.
"Tahun lalu fokus pada pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Sedangkan pengajuan tahun ini berfokus pada menyoroti masalah ini di panggung internasional seperti di PBB dan Dewan HAM PBB," kata dia.
Sebagai catatan, PIF adalah sebuah forum yang beranggotakan negara-negara dan wilayah di Pasifik Selatan. Anggota-anggotanya adalah (anggota penuh) Australia, Cook Islands, Fiji, Kiribati, Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Selandia Baru, Niue, Palau, Papua Nugini, dan Samoa. Sedangkan associate member: Kaledonia Baru, French Polynesia, Tokelau, Wallis and Futuna, American Samoa, PBB, Timor Leste, Guam, North Marina Islands, ADB, Commonwealth of Nation dan WCPFC.
Para anggota SSRC yang yang bertemu di Suva pekan lalu menyatakan telah menerima sebanyak 47 proposal isu yang diusulkan untuk dibahas di PIF. Dari 47 proposal, isu pelanggaran HAM Papua dan dan penentuan nasib sendiri menjadi yang mayoritas atau dominan. Isu Papua mencapai 13 proposal, sementara sisanya terdiri dari berbagai macam isu.
Laporan dan rekomendasi dari SSCR akan dibawa ke Forum Officials Committee (FOC) yang akan berlangsung pada 9-10 Agustus mendatang, dan ke Forum Menteri-menteri Luar Negeri PIF pada 12 Agustus. Kedua forum itu akan dilangsungkan di Suva, Fiji.
Laporan dan rekomendasi itu juga akan disampaikan sebagai bagian dari agenda pertemuan pemimpin PIF atau Pacific Islands Forum Leaders, yang akan dituan-rumahi oleh Federated States of Micronesia, pada 7-11 September mendatang.
Berdasarkan penelusuran satuharapan.com dari dokumen yang ada di situs PIF, isu-isu menyangkut Papua yang diusulkan untuk dibahas adalah topik-topik sebagai berikut:
Pertama, Pelanggaran HAM dan Penentuan Nasib Sendiri bagi Penduduk Asli Papua (Human Right Violation and Self Determination for Indigenous People from Papua). Isu ini diangkat oleh .Yoseph Novaris Wogan Apay, yang beralamat di Merauke, Papua.
Proposal ini menyatakan bahwa PIF telah merekomendasikan adanya tim pencari fakta terhadap pelanggaran HAM di Papua. Namun karena pemerintah RI menolaknya, proposal ini meminta PIF membawa masalah ini ke Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kedua,  Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk Papua (Truth and Reconciliation Tribunal for West Papua) , diusulkan oleh West Papua Project, Centre for Peace and Conflict Studies, The University of Sydney.
Proposal ini meminta agar PIF mendorong pemerintah RI membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk Papua.
Ketiga, Mengakui Papua menjadi bagian dari Pacific Islands Forum, diajukan oleh  Sisters of St Joseph Justice Network. Proposal ini menyebutkan bahwa tim pencari fakta yang direkomendasikan oleh PIF ke Papua belum juga terlaksana. Proposal ini mendesak agar PIF mendorong pelaksanaannya. Selain itu, diusulkan pula agar representasi rakyat Papua diberi tempat pada pertemuan pemimpin PIF pada September mendatang untuk mendengarkan suara mereka.
Keempat, Penetapan Perwakilan Khusus PBB untuk Menginvestigasi Pelanggaran HAM di Papua (Appointment of UN Special Representative to Investigate Human Rights Violations in West Papua). Proposal ini diajukan oleh Pacific Islands Association of Non-Governmental Organisations (PIANGO).
Kelima, Pelanggaran HAM di Papua  (Human Rights Abuses in West Papua), diajukan oleh Dale Hess.
Keenam,  Status dan Dukungan HAM bagi Rakyat Papua, (Status and Human Rights Support for West Papua) diajukan oleh Catherine Delahunty, dari Partai Hijau, Selandia Baru.
  
Ketujuh, Dukungan Terhadap Rakyat Melanesia Papua di PIF dan di PBB (Melanesian Peoples of West Papua – Support at the Pacific Island Forum and at the United Nations), diajukan oleh David Jhonson.
Kedelapan, Papua: Perlunya PIF Mengangkat Isu Ini di PBB (West Papua: the need for the PIF to take the issue to the United Nations), diajukan oleh Dr Jason MacLeod, Coordinator of Pasifika, sebuah LSM berbasis di Vanuatu dan Australia.
Kesembilan, PIF Mengambil Langkah Membawa Isu HAM Papua di UNGA dan UNHRC (The PIF to Take Action on Human Rights in West Papua at the UNGA and the UNHRC), diajukan oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Brisbane.
Kesepuluh, West Papua - Cause for Concern, diajukan oleh Australia West Papua Association, Sydney.
Kesebelas, Papua dalam Agenda PBB (West Papua on the United Nations Agenda), diajukan oleh Jane Humpreys.
Keduabelas, Isu HAM di Papua harus Menjadi Prioritas (Human Rights Issues in West Papua to be Prioritised), diajukan oleh  Marni Gilbert, West Papua Action Auckland dan Leilani Salesa, Oceania Interrupted .
Ketigabelas, Papua: Perlunya PIF Membawa Isu Ini ke PBB (West Papua: the Need for the PIF to Take the Issue to the United Nations), diajukan oleh Thomas Dick, direktur Further Arts.
Daftar lengkap proposal yang diajukan sebagai agenda isu di PIF dapat dilihat pada link ini.
Beranda / Berita Papua / Jokowi Menang di Papua Karena Orang Papua Percaya Jokowi
 
Irjen Pol Tito Karnavian
Irjen Pol Tito Karnavian

Jokowi Menang di Papua Karena Orang Papua Percaya Jokowi

HarianPapua.com – Tudingan yang diarahkan para pesaing Jokowi kepada calon tunggal Kapolri, Tito Karnavian, tentang bantuan mantan Kapolda Papua tersebut dalam pemilihan umum presiden 2014 lalu coba ditanggapi santai oleh Tito.
Ketika diwawancarai Komisi III DPR RI tentang kelayakannya menjadi seorang Kapolri, Tito mengatakan bahwa Presiden Jokowi menang mutlak di Papua karena dirinya dua kali mengunjungi Papua dalam periode kampanye mantan Wali Kota Solo tersebut.
Tito juga bercerita bahwa pesaing Jokowi waktu itu, Prabowo, sama sekali tidak memperhitungkan Papua yang memiliki 3 juta suara yang mana dianggap terlalu kecil sehingga tim Prabowo tidak pernah mengunjungi Papua dan hal itu yang membuat Jokowi mendapatkan suara terbanyak dan berhasil menang mutlak.
“Beliau sampaikan istri beliau namanya berasal dari bahasa Irian karena kakek Ibu Iriana pernah menjadi guru di Irian. Itu yang membuat hati warga di sana suka,” tutur Tito ketika diuji kelayakannya sebagai calon tunggal Kapolri.
“Jadi kalau masyarakat Papua, siapa datang dia dapat,” katanya.
Tito Karnavian yang notabenenya sebagai mantan Kapolda Papua mendapat tudingan pedas ketika dirinya ditunjuk sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo.
Ditunjuknya Tito sebagai calon tunggal Kapolri disinyalir karena adanya faktor balas budi Presiden Jokowi karena berhasil menang mutlak pada pemilu presiden 2014 lalu.

Thursday, June 23, 2016

1) UN and Jakarta focus on Papua rights abuses


2) Expert Warns on Violation of Constitution over MSG Participation
—————————————-

http://www.radionz.co.nz/international/pacific-news/307125/un-and-jakarta-focus-on-papua-rights-abuses

1) UN and Jakarta focus on Papua rights abuses
4:57 pm today

Solomon Islands’ diplomat in Geneva has told the UN Human Rights Council’s 32nd session about an eroding human rights situation in Indonesia's Papua region.
West Papuan demonstrators tightly monitored by Indonesian police. Photo: Whens Tebay

Barrett Salato told the session that whilst his country welcomes increased attention on West Papua from Indonesia's president Joko Widodo, violations of Papuans' rights remain unresolved.
Mr Salato said his government received regular reports from Papua of arbitrary arrests, summary execution, torture, restriction of freedom of expression, assembly and association, committed mainly by Indonesian police.
After the session, he said it was important to raise the issue globally.
"It will give the international commmunity some awareness about what's going on (in Papua)," he said.
"Not much information goes out to the international commmunity about what's happening so we take it here to the right body of the UN to raise the voices of our fellow human beings that does not have a voice in the human rights council."
West Papua was singled out for attention at the session by the UN Special Rapporteur on the right to freedom of peaceful assembly and association, Maina Kiai.
He said what is occurring in Papua was a phenomenon connected with cultural fundamentalism and nationalism seen in other parts of the world.
"In each case, the superiority has triggered the process of dehumanization or delegitimizing of particular groups," said Mr Kiai in his report.
Since April, a series of large demonstrations in West Papua in support of Papuan self-determination rights have resulted in an estimated four thousand Papuans being arrested. Photo: Tabloid Jubi
Barrett Salato pointed out to the Council session that on 2 May 2016 alone, over 2000 West Papuans were arrested for participating in peaceful demonstrations in several cities in Papua and eastern Indonesian cities.
"We would encourage the government of Indonesia to find peaceful and sustainable solution of the on-going conflict in West Papua through constructive engagement with the representatives of the West Papuans and respect their right as a people," he said.

MSG focus on Papuan rights

Solomon Islands is currently occupying the chair of the Melanesian Spearhead Group. In this capacity it has been pushing for increased engagement with Indonesia's government over the situation in West Papua.
The United Liberation Movement for West Papua was granted observer status at the MSG last year and is seeking full membership in the group, with a decision to be made at an upcoming MSG leaders summit in Honiara next month.
Solomons PM Manaseh Sogavare and leaders of the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Photo: Facebook
Indonesia, which has associate member status in the MSG, has been opposed to greater representation within the group by the ULMWP.
Indonesia's delegate at last week's MSG Foreign Ministers meeting in Fiji was reportedly unhappy about having to sit alonside the Liberation Movement representative for discussions.
The MSG Foreign Ministers meeting concluded with agreement to establish a Committee of High Level Representatives of MSG members to facilitate constructive engagement between Jakarta and West Papuans as concernd parties on the issues of rights abuses against Papuans.

Jakarta establishes team to address Papuan rights abuses

Indonesia's government has been making efforts to respond to the ongoing international concern about rights abuses in West Papua.
While the UN Human Rights Council was discussing Papua in Geneva, Jakarta has been pushing ahead with the establishment of a team tasked with addressing a number of cases of human rights abuses in Papua region.
Indonesia's Co-ordinating Minister for Political, Legal and Security, Luhut Pandjaitan. Photo: AFP
The team is being created under the watch of the Coordinating Minister of Political, Legal and Security Affairs, Luhut Pandjaitan, who has invited regional monitoring for the team's inception.
Mr Luhut told media the team would consist of the chairmen of both National and Provincial Human Rights Commissions and several human rights commissionaires.
But Papua's Governor Lucas Enembe and various Papuan civil society figures have voiced concern that the team would not be independent and would be restricted in its scope.
Papua's Governor Lucas Enembe (left) says human rights abuses in Papua should be resolved according to Papuan custom. Photo: RNZI/Koroi Hawkins
Jakarta is under increasing pressure to be transparent about its efforts in Papua. According to Barrett Salato, the Solomons would continue to urge Jakarta to accept MSG and Pacific Islands Forum fact-finding missions to Papua, and open up Papua to international access.
"Journalists working on human rights are still prevented to have free and full access to do their work in West Papua," he said.
“Our delegation is convinced that access of international community to West Papua, particularly to UN Special Procedure, will provide an opportunity to improve the human rights situation."
——————————————————————————————————————-
http://tabloidjubi.com/eng/expert-warns-on-violation-of-constitution-over-msg-participation/
2) Expert Warns on Violation of Constitution over MSG Participation
22 June 2016
Jayapura, Jubi – As a country founded on the principle of diversity, Indonesia should not joined a race-based group of countries such as the Melanesian Spearhead Group (MSG), said intelligence expert Susanigtyas NH Kertopati on Monday (20/6/2016) in Jakarta.
Susaningtyas followed the participation of the Director General for Asia-Pacific and Africa of the Indonesian Ministry of Foreign Affairs Desra Percaya at the MSG ministerial meeting held in Lautoka, Fiji on Thursday (16/62016).
At the meeting, the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) participated in an MSG Forum for the first time. Its presence in the meeting prompted a protest from Desra, who argued that his delegation was the official representative from Indonesia, which includes Papua.
The Ministry of Foreign Affairs on Friday (17/6/2016) said in a statement that ULMWP is a separatist movement.
“ULMWP is a separatist movement in a sovereign state. This movement has no legitimacy and does not represent the West Papuan people,” said Desra said in the MSG Ministerial Meeting.
Though she agreed with Percaya’s statement, Ms. Kertopati regretted the decision taken by the Government of Indonesia to participate in the meeting.
“The presence of the Indonesian delegation was able to be played at the international level unilaterally,” Kertopati as beritasatu.com cited.
She warned that specific foreign policy such as the MSG case could be sued to the Constitutional Court because it is considered unconstitutional. If not careful, according to her, the government could be considered violating the Article 2 of the Law No. 37/1999 on Foreign Relations.
“Since it violates the third principle of Pancasila. It said the foreign relations and policies is based on Pancasila, Constitution 1945, and the Guidelines of State’s Policy,” she said.
Indonesia, she further said, is a pluralistic country; therefore it could not join the race-based organization. “As the third biggest democratic and pluralistic nation, we shouldn’t being trapped into the politic of race. We must be careful,” she said.
Indonesia has intensively lobbied several full member MSG countries to fight the attempt done by ULMWP to gain a full member of MSG. But the supports from grassroots communities in the Melanesian countries for West Papua self-determination and the international diplomacy on Papua issue are growing stronger. (Victor Mambor)