selamat datang dan salam berjuang Free West Papua.

ALIANSI MAHASISWA PAPUA (AMP) SEKTOR TANGERANG BANTEN

-->

Jumat, 22 Juli 2016

Yogyakarta | Fri, July 15 2016 | 09:52 pm 

 Polisi menangkap tujuh mahasiswa Papua, mencegah demo

Polisi mengepung mahasiswa Papua di asrama mereka di Yogyakarta untuk mencegah mereka dari menghadiri sebuah acara yang diselenggarakan oleh Persatuan Rakyat untuk Kebebasan Papua Barat (PRPPB).
Polisi mengamankan asrama di Jl. Kusumanegara Jumat dari pagi hingga sore dan menangkap tujuh dari siswa.
Acara PRPPB adalah mendukung Gerakan United Liberation untuk (ULMWP) tawaran Papua Barat untuk menjadi anggota penuh dari Melanesia Spearhead Group (MSG).
Juru bicara PRPPB Roy Karoba kepada The Jakarta Post bahwa ratusan siswa, yang disimpan di asrama sejak Jumat pagi, tidak makan dan ambulans Palang Merah Indonesia menyampaikan makanan dicegah dari memasuki asrama. "Ambulans tidak diizinkan masuk [asrama]. Ini kiri setelah diskusi dengan polisi, "kata Roy.
Awalnya, para siswa berusaha untuk mengatur pertemuan di Titik Nol (Zero Point) di pusat Kota Yogyakarta, tetapi polisi tidak mengizinkan mereka untuk melaksanakan rencana mereka. Mereka kemudian memutuskan untuk mengatur acara kebebasan berbicara di asrama.
Polisi menangkap sedikitnya tujuh siswa, menyita bendera Bintang Kejora dan sepeda motor. Polisi juga menembakkan tembakan peringatan dalam bentrokan antara aparat dan mahasiswa. Empat mahasiswa ditangkap ketika mereka membeli makanan di pasar Giwangan.
Ketegangan di asrama meningkat ketika melawan aktivis dari Pemuda Pancasila (PP), Forum Komunikasi Anak Veteran Indonesia (FKPPI) dan organisasi massa Paksi Katon tiba di lokasi untuk mendukung polisi.
departemen intelijen kepala Komisaris Besar Polisi Yogyakarta. Wahyu Dwi Nugroho menegaskan bahwa polisi tidak mengizinkan acara di Titik Nol. "Hal ini demi keamanan," katanya, menolak untuk berkomentar lebih lanjut.
Emanuel Gobay Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta (LBH Yogyakarta) mengkritik polisi untuk mencegah siswa dari melakukan demonstrasi mereka, mengatakan bahwa hal itu melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia. (BBN)
LBH Jakarta Mengecam Kasus Rasisme dan Sikap Kepolisian Terhadap Orang Papua
Sreen shot cuplikan video tanggapan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta 16/07/2016. Gambar: Eriick/WANI 
Jakarta, Tabloid-Wani -- LBH mengecam kasus Rasisme yang dilontarkan oleh Ormas bersama Polisi terhadap mahasiswa Papua di Yogyakarta pada hari Jumat 15/07/2016.
Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, ungkapan "monyet lah, anjing, babi itu merupakan kekerasan Verbal Rasial dan melanggar fungsi Polisi"

"Sejak april hingga hari ini dalam jangka waktu tidak sampai empat bulan itu sudah ada lima ribu lebih orang Papua ditangkap, dan semua sudah ada laporan, nah jadi ini represinya makin tinggi terhadap orang Papua"

Melihat hal tersebut LBH Jakarta sangat perihatin terhadap perlakuan tidak menusiawi terhadap orang Papua yang dilakukan oleh kepolisian dalam hal ini Polri, dan Poda di beberapa daerah.

"Jadi untuk itu, atas kejadian saya mewakili LBH Jakarta dan Papua itu Kita mengecam Kapolri, Kapolda Yogyakarta, Kapolda Makasar atas perlakuan sewenang-wenang Polisi dan juga abuse of power yang dilakukan oleh orang-orang di Polisi ini luar biasa jahat, karena sampai ada orang yang mau makan itu dihalang-halangi itu luar biasa, dan juga Pengepungan tanpa dasar"

Dalam situasi seperti ini, presiden Jokowi selaku kepala negara harus membuka diri dan bersikap terkait penekanan sewenang-wenang yang dilakukan ini, karena eskalasinya semakin lama meningkat drastis.

"Jokowi juga harus bersikap atas represitasis yang sitematis kepada orang Papua, sejak dari penangkapan yang terjadi sejak bulan april yang terus menerus, karena ini eskalasinya terus meningkat. Ini Jokowi mau tutup sampai kapan baru dia tidak bertindak itu"

Berikut ini cuplikan video tanggapan dari LBH Jakarta Mengenai Kasus Rasisme dan Sikap Kepolisian Terhadap Orang Papua

Kamis, 21 Juli 2016

Diam-Diam "Sejumlah Tokoh Papua Bertemu Gubernur DIY Teguhkan Komitmen Kebersamaan dan Kedamaian




Yogyakarta: Sejumlah Tokoh Papua bertemu Gubernur DIY Sultan HB X di Kepatihan Yogyakarta, Kamis (21/7/2016). 

Tokoh papua yang hadir bertemu Gubernur DIY diantaranya Pembela hak asasi manusia - Mateus Murib, bersama sejumlah tokoh Papua lainnya yakni Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia - Pendeta Pil Erari, Ketua Pemuda Adat Papua - Deki Ofidei, Kepala Suku besar Papua Ondo afi - Boy Eloai. 

"Pertemuan kami dengan Bapak Sultan meneguhkan kembali pentingnya menjaga kebersamaan, dan rasa damai yang sebenarnya sudah diciptakan selama ini. Gangguan-gangguan yang sempat terjadi diharapkan tidak terulang kembali," jelas Mateus Murib, Juru Bicara Perwakilan Tokoh Papua usai bertemu Gubernur DIY, di Kepatihan Yogyakarta, Kamis (21/7/2016).

Dikatakannya, kedatangan lebih dari 6 ribu pelajar dan mahasiswa asal Papua ke Yogyakarta adalah fokus utamanya untuk belajar menempuh pendidikan. 

"Sehingga aktivitas lain diluar studi apalagi politik, itu kami masyarakat Papua juga tidak menghendaki aspirasi demikian itu (red:separatis terjadi di kota ini. Karena itu bertentangan dengan hukum di negara kita. Begitu pun, asrama mahasiswa Papua kita harapkan ditertibkan, sehingga yang menghuni asrama itu untuk mencari ilmu pendidikan dan statusnya jelas-jelas mahasiswa. Non mahasiswa harus ditertibkan. Sehingga ke depan ulah-ulah beberapa orang itu, tidak mengganggu rasa nyaman kita semua. Sehingga kami jauh-jauh Papua harus kesini. Orang Yogyakarta harus mempermasalahkan seperti ini," papar Mateus Murib yang juga Ketua Pembela Hak Asasi Manusia Papua ini. 

Mateus juga menyatakan perlunya kesadaran akan tanggung jawab menjaga keadilan dan kedamaian pada diri semua masyarakat. 

"Kuncinya, rasa adil, rasa damai ada dalam kita semua. Harus dijaga kita semua, tanggung jawab kita bersama. Tidak perlu mencari siapa salah, siapa benar, tapi membicarakan suasana ke depan yang lebih baik untuk semua pihak," tegasnya.

Sementara itu, Sri Sultan HB X Gubernur DIY memghimbau pelajar dan mahasiswa Papua di Yogyakarta, fokus menempuh pendidikan.

"Kita clear, bagi saya tidak ada masalah anak anak Papua itu. Hanya saja sekarang anak-anak itu ya sekolah, sekolah yang baik lah. Jangan bicara politik. Sudah selesai kok," katanya.

Raja Kraton Yogyakarta ini juga mengaku tetap menganggap masyarakat Papua di Yogyakarta sebagai keluarga bahkan anak sendiri.

"Mahasiswa ini anak muda, yang kita orang tua wajib mengingatkan. Kalau belum memahami, ya sekali-kali ditegur supaya ingat. Kalau sudah bisa kembali ke posisi ya sudah selesai. Itu aja. Jangan dianggap ini masalah politik, pertentangan suku. Bukan itu. Ya kita anggap, saya orang tuanya mereka. Dia anak muda perlu diberi pemahaman. Sudah selesai. Jadi, tidak ada sesuatu sifat benci, atau tidak senang," tegas Sultan. 

Sumber : Wuri Damaryanti Suparjo
 RRI Yogyakarta

By Jangkrik